Suara adzan
subuh begitu menggelegar memecah daun telingaku, diiringi suara merdu yang
selalu membangunkan ku dikala fajar menyambut datangnya pagi. “Syafa bangun
sayang, sudah subuh ayo kita sholat dulu”. Setiap subuh itulah kata-kata yang
sering aku dengar. Ummiku selalu membangunkanku untuk sholat subuh berjama’ah.
Aku pun mulai membangunkan tubuhku dari singgasana surgaku untuk melaksanakan
sholat subuh berjama’ah. Ya, kami selalu shalat berjama’ah jika semua anggota
keluarga ku ada di istana ini.
Ku mulai
melangkahkan kakiku untuk mengambil air wudhu. Berrrrrrrrr dinginnya air
menusuk tulang di fajar kali ini. Ku mulai melaksanakan sholat berjama’ah
dengan keluarga tercintaku, kak Arjun lah yang menjadi imam kali ini, karena
ayah sejak pagi-pagi buta harus keluar kota untuk melaksanakan tugasnya. Shalat
subuh pun selesai, tak lupa rutinitas yang selalu aku lakukan sehabis shalat
yaitu membaca kalam Allah yaitu al-qur’an.
Jarum jam
pun menunjukkan pukul 06.15 WIB. Saatnya aku bersiap-siap untuk pergi ke
sekolah. Ya, kini aku duduk dibangku kelas 2 SMA N 01 Purwodadi. Instansi
sekolah ternama di kota Purwodadi. Setelah sarapan pagi bersama, ku langkahkan
kakiku menuju sekolah tercinta, tak lupa aku selalu mencium tangan ummiku
sebelum berangkat.
Hari pertama selepas semesteran membuat
jantungku selalu berdetak kencang.
“Fa, kamu kenapa kok kelihatannya gugup
gitu”. Tanya Dina salah satu temanku.
“Entahlah Din, rasanya hatiku gelisah”.
Balasku dengan wajah sedikit lesu.
“Tenangkan hatimu dulu Fa, yakin tak akan
terjadi apa-apa hari ini”. Sanggah Dina.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh salah satu
teman sekelasku yaitu Aryo.
“Fa, kamu dipanggil ibu BP tuh disuruh ke
sana”. Ucap Arya.
“Haaaaaa… ada apa ya kok aku di panggil”.
Balas Syafa dengan wajah bingung.
“Entahlah, buruan sana sudah ditunggu”.
Ucap Aryo lagi.
“Sudah, yakinlah Fa gak akan terjadi
apa-apa”. Sanggah Dina sambil menepuk punggung Syafa.
Ku mulai melangkahkan kaki mungil ku menuju
ruang BP. Mungkin ini efek dari hatiku yang gelisah tadi. Gumam Syafa dalam
hati.
Tok…tok…tok…tok
Assalamu’alaikum.
Di sekolah tersebut memang selalu di
budayakan salam sebelum memasuki ruangan.
“Masuk”. Ucap Bu Indi
Terasa ada sedikit kebingungan di hati
Syafa, karena dalam ruangan tersebut ada salah satu murid yang tidak di
kenalnya.
“Maaf bu, ada apa ibu memanggilku”. Ucap
Syafa sedikit takut.
“Duduklah. Ibu minta bantuan kepadamu, ini
ada murid baru pindahan dari sekolahan lain, ibu minta kamu yang akan
mengantarkan dia ke kelas nantinya, karena dia akan satu kelas sama kamu yaitu
IPA 1” Balas ibu Indi dengan bijaksana.
Sejak dari tadi laki-laki remaja tersebut
sibuk memainkan ponselnya.
“Oh… iya bu”. Balas Syafa.
“Anant, nanti kamu akan diantar Syafa ke
kelas. Dan ibu ucapkan selamat datang di sekolah ini”. Ucap Bu Indi.
“Iya bu”. Balas Anant dengan malu-malu.
Kepindahan
sekolah tersebut membuat Anant beradaptasi lagi di sekolah barunya. Beradaptasi
dengan lingkungan sekitar dan teman disekelilingnya. Selama perjalanan menuju
kelas, mereka berdua tak mengucapkan sepatah katapun suasana menjadi tenang dan
hening. Setelah sampai di ruangan kelas. Murid-murid tampak bingung dengan
kehadiran Syafa dengan laki-laki tersebut yang tak lain adalah Anant.
Hari pertama masuk sekolah merupakan hari
yang masih sakral untuk mengisinya dengan materi-materi pelajaran. Maka dari
itu, Ibu Santi yang sudah berada di ruang kelas tersebut menyuruh Anant untuk
memperkenalkan identitasnya di depan kelas.
Dua bulan
sudah berlalu di lalui Anant di sekolah baru tersebut. Dia sudah mulai akrab
dengan teman-teman sekelasnya, karena memang dia mudah untuk bergaul dengan
orang lain, tentu saja dia juga akrab dengan Syafa. Seringkali Anant dan
teman-teman belajar kelompok bersama di rumah Syafa. Kedekatan mereka bagaikan saudara
yang saling berbagi. Entah mengapa hati Anant mulai sedikit bergejolak ketika
mata indahnya bertaut dengan mata indah Syafa. Mereka berdua memang sudah akrab
bagaikan teman lama dan mereka juga sering bersama ketika di kelas.
Hari pun sudah malam. Anant dan
teman-temannya mulai melangkahkan kaki menuju istananya masing-masing.
“Fa, aku pamit dulu ya”. Ucap Anant
“Iya, hati-hati ya Nant sampai ketemu
besok”. Balas Syafa.
Tanpa disadari hati Syafa juga bergejolak
ketika ia dekat dengan Anant. Entah apa yang tengah terjadi biarlah waktu yang
akan menjawabnya.
Kau jauh mengapa terasa begitu jauh.
Padahal kau ada di depanku, tersenyum
kepadaku.
Tapi tetap terasa jauh.
Ya syair lagu Afgansyah Reza yang menjadi
ringtone ponsel Sfaya ketika ada sms.
“Fa, besok boleh aku menjemputmu, kita
berangkat ke sekolah bareng”. Sms Anant.
Dengan hati gembira Syafa membaca sms
tersebut, mulailah jari jemari Syafa menari-nari diatas keyboarp ponselnya.
“Boleh, hehehe aku tunggu ya besok”. Balas
Syafa.
Seperti anak kecil yang mendapatkan kado
saat ulang tahun, betapa gembiranya Anant membaca balasan sms dari Syafa.
Pagipun tiba, saatnya beraktivitas kembali
di sekolah. Pagi yang cerah, secerah hati Anant pagi ini. Embun pagi
seakan-akan merasakan betapa bahagianya hati Anant pagi ini. Ternyata Syafa
sudah duduk manis di depan pintu gerbang guna menunggu jemputan Anant.
“Ayoo… kita berangkat”. Ucap Anant dengan
hati gembira.
Mereka pun
berangkat bersama untuk menuju sekolahan. Tiba-tiba Syafa merasa aneh setelah
berada di lingkungan sekolah. Ternyata mereka menjadi pusat perhatian orang
lain. Termasuk Arum kelas 2 IPS 1. Ternyata dia menyimpan rasa cinta kepada
Anant sejak pertama kali melihatnya.
Saat jam
istirahat tiba, Arum bersama genk temannya menemui Syafa secara diam-diam. Arum
berniat untuk melabrak Syafa karena ia telah mendekati Anant sang pujaan
hatinya.
“Hechhh… kamu berani-beraninya ya godain
Anant, emangnya kamu siapa?”. Ucap Arum dengan intonasi yang keras sambil
mendorong Syafa.
Begitu pula teman-temannya Arum mereka ikut
melabrak Syafa dengan semaunya.
Syafa hanya bisa diam. Denyut nadinya
serasa berhenti sejenak melihat apa yang tengah terjadi saat itu.
“hecchhhh… gak punya mulut apa, hanya diam
saja, aku tuh lagi ngomong ya sama kamu”. Balas Arum lagi dengan intonasi yang
masih tinggi karena sangat jengkelnya Arum dengan Syafa.
Setelah beberapa saat hanya diam membisu,
kini Syafa mulai mengeluarkan suaranya.
“Maaf ya. Aku gak ada apa-apa kok dengan
Anant. Kami hanya berteman”. Balas Syafa dengan lemah lembut.
Memang Syafa terkenal dengan lemah lembut,
baik hatinya dan selalu periang.
“Yang bener. Gak usah bohong deh, gue bisa
lihat dengan mata kepala ku sendiri, loe jalan berdampingan dengan Anant saat
berangkat sekolah tadi”. Ucap Arum dengan sedikit ngotot.
“Bener. Aku memang tak ada apa-apa dengan
Anant kami hanya berteman baik, itu saja”. Balas Syafa.
“Awas kalau loe bohongin gue. Rasain
sendiri akibatnya”. Sanggah Arum sambil mendorong pintu kelasnya dengan keras.
Arum bersama satu genknya pergi meninggalkan
Syafa dengan hati yang sangat kesal. Begitu pula dengan Syafa seakan-akan
denyut jantungnya berhenti sejenak. Melihat Arum dan satu genk nya keluar dari
kelas, Dina buru-buru menemui Syafa melihat apa yang tengah terjadi.
“Fa. Kamu kenapa. Diapain sama dia. Bilang
Fa, gue gak terima kalau loe dikasarin sama dia, emang dia siapa?”. Ucap Dina
dengan sedikit kesal.
“Entahlah Din, gue tadi dilabrak sama
mereka, karena tadi pagi itu lo, gue berangkat sekolah bareng sama Anant.
Sepertinya Arum suka sama Anant”. Balas Syafa dengan nada lirih.
“Sabar ya Fa, loe suka ya Fa sama Anant.
Bilang saja, jujur sama gue”. Balas Dina.
“Walaupun gue suka sama Anant, rasanya
tidak mungkin lah Din aku bisa bersama dengan Anant. Gue gak mau dilabrak lagi
sama Arum dan satu genknya”. Ucap Syafa dengan lemas.
“Ada gue Fa, ada temen yang lain, jangan
takut kami selalu bersamamu”. Ucap Dina sambil tersenyum.
Mereka berdua berpelukan menunjukkan betapa
eratnya persahabatan mereka bagaikan seperti saudara sendiri.
Satu
minggupun berlalu, setelah kejadian kemarin. Kini Syafa sedikit menjaga jarak
dengan Anant. Melihat hal semacam itu. Anant merasa sedikit ada yang berbeda.
Walaupun kini memang sebenarnya Anant juga dekat dengan Arum, tetapi Anant tak
menyimpan rasa cinta sedikitpun dengan Arum.
Tanpa
sepengetahuan Syafa, Anant mencari info lewat teman dekatnya, menanyakan
mengapa akhir-akhir ini Syafa berbeda tidak seperti biasanya. Tanpa pikir
panjang, Anant diam-diam menemui Dina untuk bertanya kepadanya dan bicara empat
mata.
“Din, kok sekarang Syafa sifatnya
sedikitnya berbeda ya denganku. Kamu tau penyebabnya”. Ucap Anant to the ponit.
Memang sejak kejadian kemarin Anant tidak
tau kalau Arum telah mencaci maki dan melabrak Syafa.
“Gue gak tau Nant. Mungkin Syafa lagi
pengen sendiri, gak pengen diganggu”. Balas Dina.
Syafa memang memberi tau Dina kalau
kejadian kemarin jangan pernah diceritain kepada Anant. Alhasil Dina tutup
mulut mengenai perubahan sifat Syafa kepada Anant, itupun karena permintaan
sahabatnya yaitu Syafa.
Di dalam
lubuk hati yang paling dalam, hati Syafa terasa tersayat-sayat oleh pisau
menghadapi masalah ini, tidak menyangka kalau kejadiannya bakal seperti ini.
Syafa hanya melampiaskannya dengan luapan air mata dan curahan hati kepada
Dina. Hanya Dina lah yang mengetahui masalah ini. sebagai teman yang baik, Dina
hanya bisa mensuport Syafa dan mengahargai keputusannya. Walaupun sebenarnya
Dina merasa iba dengan Syafa. Walaupun Syafa menyimpan rasa cinta kepada Anant
sejak kali pertama bertemu di ruangan BP dulu.
Syafa hanya
bisa mengeluarkan senjata kewanitaannya yaitu menangis, kesehariannya hanya
dialiri dengan air mata, makan pun menjadi tidak teratur, Syafa yang dahulu
periang sekarang menjadi murung. Sebenarnya Syafa ingin memberi tahu Annat
kalau ia mencintainya tetapi ia mengurungkan niatnya, karena masalah kemarin.
“Din, sebenarnya gue gak kuat seperti ini
terus, gue pengen lari Din dari masalah hati seperti ini”. Ucap Syafa dengan
linangan airmata.
Melihat sahabatnya seperti tak mempunyai
daya untuk hidup, Dina merasa kasian melihat Syafa.
“Ya giman Fa, apa aku bilang sama Anant
yang sebenarnya, jujur Fa aku kasian sama kamu jika seperti ini terus, dulu
kamu periang Fa, kenapa sekarang jadi murung dan tidak ada semangat sama
sekali, mana Syafa yang aku kenal dulu”. Balas Dina dengan menitihkan butiran
embun beningnya.
“Janganlah Din, lagian Anant juga sudah
dekat dengan Arum, aku gak enak jika merusak kedekatan mereka”. Ucap Syafa
dengan lirih.
“Ya sudahlah Fa, terserah kamu. Yang jelas
aku selalu ada Fa buat kamu”. Balas Dina sambil memeluk erat sahabatnya.
Ditengah-tengah kemelut hati seperti ini.
Syafa mencoba menulis sajak di buku daerynya untuk meluapkan apa yang ia
rasakan.
Ya Robbi jika memang kedatangannya hanya
bagaikan debu yang tertiup angin.
Maka hilangkan ia dari pandangan mataku.
Aku adalah hamba-Mu, yang penuh dengan
kesalahan dan dosa.
Maaf Ya Robbi jika aku menyimpan hati
seperti ini.
Sungguh kedatangan kaum adam-Mu telah
membuat hidupku menjadi tak nyaman.
Apabila memang ia Engkau takdirkan untukku
Dekatkan lah aku dengannya.
Dan sebaliknya, jika ia tidak Engkau
ciptakan untukku.
Berikanlah yang terbaik untukku dan
dirinya.
Hanya kepada-Mu tempatku berserah diri.
Dengan penuh linangan airmata Syafa menulis
sajak tersebut.
Satu bulan kemudian.
Syafa sudah
sedikit merasakan hati yang tenang, walaupun satu kelas dengan Anant. Ujian
akhir semesterpun di depan mata, mereka sibuk dengan sendirinya untuk
menyiapkan ujian yang akan dihadapinya. Dengan kejadian kemarin mereka menjadi
belajar sendiri-sendiri kecuali Syafa dan Dina masih belajar bersama. Yang
dahulu selalu belajar bersama sekarang menjadi belajar sendiri-sendiri karena
masalah tersebut. Anant juga memaklumi hal itu, walaupun sebenarnya Anant tau apa
yang terjadi pada Syafa dan Arum kemarin. Anant mencoba diam terlebih dahulu,
sedikit menenangkan batinnya untuk menghadapi masalah seperti ini, Anant
membutuhkan pikiran yang jernih, maka dari itu Anant lebih memilih untuk diam
sejenak, baru nanti melaksanakan apa yang tengah menjadi keputusannya. Ujian
pun berlangsung dengan tenang. Mereka kini sedang sibuk menghadapi ujian akhir
semester. Setelah beberapa minggu, ujian akhir semesterpun berlalu. Liburan
akhir semester pun tiba. Mereka kelas IPA 1 merencanakan untuk berlibur
bersama-sama satu kelas.
“Fa, loe ikut liburan kelas nanti, kita ke
Bali loe Fa”. Ucap Dina.
“Hmmmmss… entah lah Din, lihat aja nanti”.
Balsa Syafa.
“Aaaaaaaa Syafa. Ikut dong”. Sanggah Dinda
teman sekelasnya.
Anant sejak dari tadi sudah meninggalkan
ruangan kelas. Anant berniat untuk menemui Arum dan bicara empat mata
dengannya.
“Rum, sebenarnya gue tau kalau dulu loe
melabrak Syafa kan?”. Ucap Anant to the point.
Bagaikan disambar petir dari langit, Arum
mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut Anant. Arum mengira kalau Anant
tidak akan pernah mengetahui kejadian kemarin. Padahal kini mereka tengah
dekat.
“Hmmmss… loe tau darimana Nant”. Balas Arum
sambil menundukan kepala karena malu.
“Tak penting tau darimana, yang jelas aku
tau yang sesungguhnya. Arum, maaf gue gak pernah suka sama loe, kita memang
dekat. Tapi tak lebih dari seorang sahabat. Loe sudah gue anggap sebagai
sahabat terbaikku. Loe ada disaat gue butuhin. Gue nyaman dengan kedekatan
kita. Tapi gue nyamannya hanya sebatas sahabat tidak lebih”. Ucap Anant panjang
lebar.
“Tapi gue cinta Nant sama loe sejak kali
pertama aku melihatmu”. Balas Arum dengan sedikit berlinangan airmata.
“Maaf Rum, gue gak bisa, gue hanya cinta
sama Syafa”. Sanggah Anant dengan percaya diri.
Arum hanya menunduk lemas mendengar
pengakuan Anant tersebut, seakan-akan jantungnya berhenti sejenak.
“Ya sudahlah Nant kalau seperti itu, toh
cinta tak mungkin dipaksakan. Maaf jika selama ini aku menganggap lebih
kedekatan kita, tapi kita masih bersahabat baik kan?”. Balas Arum dengan
intonasi lirih.
“Tentu Rum pasti kita akan selalu menjadi
sahabat, aku akan selalu ada untukmu”. Balas Anant.
Setelah pertemuan mereka pada waktu itu.
Kini hati Anant sedikit merasakan kelegaan, karena tidak akan dihantui lagi
tentang Arum yang kini status mereka jelas yaitu hanya sahabat tidak lebih.
Hari libur pun datang. Rencana yang telah
disusun oleh kelas 2 IPA 1 yang sebentar lagi akan naik tingkat menjadi kelas 3
SMA, yaitu berlibur ke pulau dewata Bali. Sebelum mempersiapkan liburan ke Bali
yang satu minggu lagi akan dilaksanakan, Anant mencoba menemui Syafa. Tetapi
hasilnya nihil Syafa tetap belum mau menemui Anant. Hati Syafa masih merasakan
sakit karena kejadian tempo lalu. Anant mencoba membujuk Dina agar Syafa mau
menemuinya.
“Din, gue pengen ketemu Syafa, gue pengen
bilang ke dia kalau gue cinta sama dia, loe bujuk dia lah Din supaya ia mau
menemui gue”. Ucap Anant.
Sejenak Dina membisu, tak mengeluarkan
sepatah kata pun.
“Loe serius Nant bicara seperti itu, loe
yakin kalau loe cinta sama Syafa”. Sanggah Dina
“Yakin Din, gue sayang sama dia”. Ucap
Anant
“Sebenarnya Syafa juga cinta sama loe kok
Nant, dia bilang sama gue. Tetapi dia terlalu baik hati membiarkanmu dekat
dengan Arum, dia merasa tidak enak hati dengan Arum. Sebenarnya gue juga dukung
loe sama Syafa Nant, kalian tuh cocok”. Balas Dina panjang lebar.
“Maka dari itu Din, gue pengen bilang sama
dia, kalau gue cinta sama dia. Toh gue juga dah ngomong sama Arum kalau gue
tidak ada perasaan apa-apa sama dia. Dia menganggap kedekatan kita tuh sebagai
sepasang kekasih, tetapi tidak buatku, aku tidak ada perasaan apa-apa sama
dia”. Ucap Anant panjang lebar.
Setelah pembicaraan mereka berdua selesai,
Dina mencoba membujuk Syafa untuk mau menemui Anant.
“Fa, loe masih cinta sama Anant?. Kalau loe
masih cinta cobalah ngomong sama dia, dia pengen ketemu kamu Fa. Pengen ngomong
sesuatu denganmu”. Ucap Dina
“Jujur Din gue masih sayang sama Anant, dia
merupakan cinta pertamaku Din. Didekatnya aku mampu merasakan kenyamanan,
walauapun hanya sebatas teman pada waktu dulu”. Balas Syafa dengan intonasi
lirih.
“Maka dari itu, temui dia ngomong saja lah
Fa, daripada menyakiti perasaanmu sendiri”. Ucap Dina
Syafa mencoba memikirkan kata-kata Dina.
Keesokan harinya, Anant mencoba menemui
Syafa kembali. Betapa bahagianya hati Anant mendapat sms kalau Syafa mau
bertemu dengannya.
“Fa, maaf ya masalah kemarin. Gue tahu yang
sebenarnya kalau loe dicacimaki sama Arum, maaf juga setelah itu gue hanya diam
saja. Gue bingung Fa mau berbuat apa”. Ucap Anant to the point.
“Sudahlah Nant, jangan diungkit-ungkit lagi
yang sudah biarlah sudah”. Balas Syafa
“Fa, gue mau bilang. Kalau gue sebenarnya
cinta sama kamu”. Ucap Anant.
Bagaikan kejatuhan bulan hati Syafa saat ini.
moment yang sangat ditunggu-tunggu olehnya, kata-kata yang sangat ditunggu Syafa
yaitu kata ungkapan cinta dari Anant. Seolah-olah rumput disekelilingnya
merasakan betapa bahagianya hati Syafa mendengar pengakuan Anant.
“Loe serius Nant, gimana dengan Arum”.
Balas Syafa
“Gue gak ada apa-apa dengannya Fa, gue
hanya bersahabat baik dengannya. Gue juga sudah beri tahu dia kalau gue hanya
cinta sama loe”. Ucap Anant dengan percaya diri.
Mendengar hal tersebut hati Syafa tersenyum
gembira.
“Hmmmsss… sebenarnya gue juga suka Nant
sama loe, gue terlalu takut untuk ngungkapinnya, karena dahulu Arum
disampingmu. Gue cinta Nant sama loe”. Balas Syafa dengan muka sedikit memerah.
Seakan-akan berhenti sejenak denyutan
jantungnya mendengar pengakuan Syafa tersebut. Anant begitu gembira sekali
melihat Syafa disampingnya. Melihat pujaan hatinya yang selama ini
dinantikannya.
“I Love U Fa”. Ucap Anant disamping
telingan Syafa dengan lirih.
Itulah kata-kata yang diucapkan Anant kepada
Syafa. Kata-kata cinta dari Anant untuk sang bidadari hatinya yaitu Syafa.
Seolah-olah bunga disekelilingnya merasakan betapa mesranya mereka berdua.
Angin sepoi-sepoi menjadi saksi cinta mereka berdua, semut merah menjadi saksi
kalau mereka lah saling mencintai.
###End###