Kamis, 09 April 2015

CINTAMU MELUKAIKU



Suara adzan subuh begitu menggelegar memecah daun telingaku, diiringi suara merdu yang selalu membangunkan ku dikala fajar menyambut datangnya pagi. “Syafa bangun sayang, sudah subuh ayo kita sholat dulu”. Setiap subuh itulah kata-kata yang sering aku dengar. Ummiku selalu membangunkanku untuk sholat subuh berjama’ah. Aku pun mulai membangunkan tubuhku dari singgasana surgaku untuk melaksanakan sholat subuh berjama’ah. Ya, kami selalu shalat berjama’ah jika semua anggota keluarga ku ada di istana ini.
Ku mulai melangkahkan kakiku untuk mengambil air wudhu. Berrrrrrrrr dinginnya air menusuk tulang di fajar kali ini. Ku mulai melaksanakan sholat berjama’ah dengan keluarga tercintaku, kak Arjun lah yang menjadi imam kali ini, karena ayah sejak pagi-pagi buta harus keluar kota untuk melaksanakan tugasnya. Shalat subuh pun selesai, tak lupa rutinitas yang selalu aku lakukan sehabis shalat yaitu membaca kalam Allah yaitu al-qur’an.
Jarum jam pun menunjukkan pukul 06.15 WIB. Saatnya aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ya, kini aku duduk dibangku kelas 2 SMA N 01 Purwodadi. Instansi sekolah ternama di kota Purwodadi. Setelah sarapan pagi bersama, ku langkahkan kakiku menuju sekolah tercinta, tak lupa aku selalu mencium tangan ummiku sebelum berangkat.
Hari pertama selepas semesteran membuat jantungku selalu berdetak kencang.
“Fa, kamu kenapa kok kelihatannya gugup gitu”. Tanya Dina salah satu temanku.
“Entahlah Din, rasanya hatiku gelisah”. Balasku dengan wajah sedikit lesu.
“Tenangkan hatimu dulu Fa, yakin tak akan terjadi apa-apa hari ini”. Sanggah Dina.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh salah satu teman sekelasku yaitu Aryo.
“Fa, kamu dipanggil ibu BP tuh disuruh ke sana”. Ucap Arya.
“Haaaaaa… ada apa ya kok aku di panggil”. Balas Syafa dengan wajah bingung.
“Entahlah, buruan sana sudah ditunggu”. Ucap Aryo lagi.
“Sudah, yakinlah Fa gak akan terjadi apa-apa”. Sanggah Dina sambil menepuk punggung Syafa.
Ku mulai melangkahkan kaki mungil ku menuju ruang BP. Mungkin ini efek dari hatiku yang gelisah tadi. Gumam Syafa dalam hati.
Tok…tok…tok…tok
Assalamu’alaikum.
Di sekolah tersebut memang selalu di budayakan salam sebelum memasuki ruangan.
“Masuk”. Ucap Bu Indi
Terasa ada sedikit kebingungan di hati Syafa, karena dalam ruangan tersebut ada salah satu murid yang tidak di kenalnya.
“Maaf bu, ada apa ibu memanggilku”. Ucap Syafa sedikit takut.
“Duduklah. Ibu minta bantuan kepadamu, ini ada murid baru pindahan dari sekolahan lain, ibu minta kamu yang akan mengantarkan dia ke kelas nantinya, karena dia akan satu kelas sama kamu yaitu IPA 1” Balas ibu Indi dengan bijaksana.
Sejak dari tadi laki-laki remaja tersebut sibuk memainkan ponselnya.
“Oh… iya bu”. Balas Syafa.
“Anant, nanti kamu akan diantar Syafa ke kelas. Dan ibu ucapkan selamat datang di sekolah ini”. Ucap Bu Indi.
“Iya bu”. Balas Anant dengan malu-malu.
Kepindahan sekolah tersebut membuat Anant beradaptasi lagi di sekolah barunya. Beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan teman disekelilingnya. Selama perjalanan menuju kelas, mereka berdua tak mengucapkan sepatah katapun suasana menjadi tenang dan hening. Setelah sampai di ruangan kelas. Murid-murid tampak bingung dengan kehadiran Syafa dengan laki-laki tersebut yang tak lain adalah Anant.
Hari pertama masuk sekolah merupakan hari yang masih sakral untuk mengisinya dengan materi-materi pelajaran. Maka dari itu, Ibu Santi yang sudah berada di ruang kelas tersebut menyuruh Anant untuk memperkenalkan identitasnya di depan kelas.
Dua bulan sudah berlalu di lalui Anant di sekolah baru tersebut. Dia sudah mulai akrab dengan teman-teman sekelasnya, karena memang dia mudah untuk bergaul dengan orang lain, tentu saja dia juga akrab dengan Syafa. Seringkali Anant dan teman-teman belajar kelompok bersama di rumah Syafa. Kedekatan mereka bagaikan saudara yang saling berbagi. Entah mengapa hati Anant mulai sedikit bergejolak ketika mata indahnya bertaut dengan mata indah Syafa. Mereka berdua memang sudah akrab bagaikan teman lama dan mereka juga sering bersama ketika di kelas.
Hari pun sudah malam. Anant dan teman-temannya mulai melangkahkan kaki menuju istananya masing-masing.
“Fa, aku pamit dulu ya”. Ucap Anant
“Iya, hati-hati ya Nant sampai ketemu besok”. Balas Syafa.
Tanpa disadari hati Syafa juga bergejolak ketika ia dekat dengan Anant. Entah apa yang tengah terjadi biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Kau jauh mengapa terasa begitu jauh.
Padahal kau ada di depanku, tersenyum kepadaku.
Tapi tetap terasa jauh.
Ya syair lagu Afgansyah Reza yang menjadi ringtone ponsel Sfaya ketika ada sms.
“Fa, besok boleh aku menjemputmu, kita berangkat ke sekolah bareng”. Sms Anant.
Dengan hati gembira Syafa membaca sms tersebut, mulailah jari jemari Syafa menari-nari diatas keyboarp ponselnya.
“Boleh, hehehe aku tunggu ya besok”. Balas Syafa.
Seperti anak kecil yang mendapatkan kado saat ulang tahun, betapa gembiranya Anant membaca balasan sms dari Syafa.
Pagipun tiba, saatnya beraktivitas kembali di sekolah. Pagi yang cerah, secerah hati Anant pagi ini. Embun pagi seakan-akan merasakan betapa bahagianya hati Anant pagi ini. Ternyata Syafa sudah duduk manis di depan pintu gerbang guna menunggu jemputan Anant.
“Ayoo… kita berangkat”. Ucap Anant dengan hati gembira.
Mereka pun berangkat bersama untuk menuju sekolahan. Tiba-tiba Syafa merasa aneh setelah berada di lingkungan sekolah. Ternyata mereka menjadi pusat perhatian orang lain. Termasuk Arum kelas 2 IPS 1. Ternyata dia menyimpan rasa cinta kepada Anant sejak pertama kali melihatnya.
Saat jam istirahat tiba, Arum bersama genk temannya menemui Syafa secara diam-diam. Arum berniat untuk melabrak Syafa karena ia telah mendekati Anant sang pujaan hatinya.
“Hechhh… kamu berani-beraninya ya godain Anant, emangnya kamu siapa?”. Ucap Arum dengan intonasi yang keras sambil mendorong Syafa.
Begitu pula teman-temannya Arum mereka ikut melabrak Syafa dengan semaunya.
Syafa hanya bisa diam. Denyut nadinya serasa berhenti sejenak melihat apa yang tengah terjadi saat itu.
“hecchhhh… gak punya mulut apa, hanya diam saja, aku tuh lagi ngomong ya sama kamu”. Balas Arum lagi dengan intonasi yang masih tinggi karena sangat jengkelnya Arum dengan Syafa.
Setelah beberapa saat hanya diam membisu, kini Syafa mulai mengeluarkan suaranya.
“Maaf ya. Aku gak ada apa-apa kok dengan Anant. Kami hanya berteman”. Balas Syafa dengan lemah lembut.
Memang Syafa terkenal dengan lemah lembut, baik hatinya dan selalu periang.
“Yang bener. Gak usah bohong deh, gue bisa lihat dengan mata kepala ku sendiri, loe jalan berdampingan dengan Anant saat berangkat sekolah tadi”. Ucap Arum dengan sedikit ngotot.
“Bener. Aku memang tak ada apa-apa dengan Anant kami hanya berteman baik, itu saja”. Balas Syafa.
“Awas kalau loe bohongin gue. Rasain sendiri akibatnya”. Sanggah Arum sambil mendorong pintu kelasnya dengan keras.
Arum bersama satu genknya pergi meninggalkan Syafa dengan hati yang sangat kesal. Begitu pula dengan Syafa seakan-akan denyut jantungnya berhenti sejenak. Melihat Arum dan satu genk nya keluar dari kelas, Dina buru-buru menemui Syafa melihat apa yang tengah terjadi.
“Fa. Kamu kenapa. Diapain sama dia. Bilang Fa, gue gak terima kalau loe dikasarin sama dia, emang dia siapa?”. Ucap Dina dengan sedikit kesal.
“Entahlah Din, gue tadi dilabrak sama mereka, karena tadi pagi itu lo, gue berangkat sekolah bareng sama Anant. Sepertinya Arum suka sama Anant”. Balas Syafa dengan nada lirih.
“Sabar ya Fa, loe suka ya Fa sama Anant. Bilang saja, jujur sama gue”. Balas Dina.
“Walaupun gue suka sama Anant, rasanya tidak mungkin lah Din aku bisa bersama dengan Anant. Gue gak mau dilabrak lagi sama Arum dan satu genknya”. Ucap Syafa dengan lemas.
“Ada gue Fa, ada temen yang lain, jangan takut kami selalu bersamamu”. Ucap Dina sambil tersenyum.
Mereka berdua berpelukan menunjukkan betapa eratnya persahabatan mereka bagaikan seperti saudara sendiri.
Satu minggupun berlalu, setelah kejadian kemarin. Kini Syafa sedikit menjaga jarak dengan Anant. Melihat hal semacam itu. Anant merasa sedikit ada yang berbeda. Walaupun kini memang sebenarnya Anant juga dekat dengan Arum, tetapi Anant tak menyimpan rasa cinta sedikitpun dengan Arum.
Tanpa sepengetahuan Syafa, Anant mencari info lewat teman dekatnya, menanyakan mengapa akhir-akhir ini Syafa berbeda tidak seperti biasanya. Tanpa pikir panjang, Anant diam-diam menemui Dina untuk bertanya kepadanya dan bicara empat mata.
“Din, kok sekarang Syafa sifatnya sedikitnya berbeda ya denganku. Kamu tau penyebabnya”. Ucap Anant to the ponit.
Memang sejak kejadian kemarin Anant tidak tau kalau Arum telah mencaci maki dan melabrak Syafa.
“Gue gak tau Nant. Mungkin Syafa lagi pengen sendiri, gak pengen diganggu”. Balas Dina.
Syafa memang memberi tau Dina kalau kejadian kemarin jangan pernah diceritain kepada Anant. Alhasil Dina tutup mulut mengenai perubahan sifat Syafa kepada Anant, itupun karena permintaan sahabatnya yaitu Syafa.
Di dalam lubuk hati yang paling dalam, hati Syafa terasa tersayat-sayat oleh pisau menghadapi masalah ini, tidak menyangka kalau kejadiannya bakal seperti ini. Syafa hanya melampiaskannya dengan luapan air mata dan curahan hati kepada Dina. Hanya Dina lah yang mengetahui masalah ini. sebagai teman yang baik, Dina hanya bisa mensuport Syafa dan mengahargai keputusannya. Walaupun sebenarnya Dina merasa iba dengan Syafa. Walaupun Syafa menyimpan rasa cinta kepada Anant sejak kali pertama bertemu di ruangan BP dulu.
Syafa hanya bisa mengeluarkan senjata kewanitaannya yaitu menangis, kesehariannya hanya dialiri dengan air mata, makan pun menjadi tidak teratur, Syafa yang dahulu periang sekarang menjadi murung. Sebenarnya Syafa ingin memberi tahu Annat kalau ia mencintainya tetapi ia mengurungkan niatnya, karena masalah kemarin.
“Din, sebenarnya gue gak kuat seperti ini terus, gue pengen lari Din dari masalah hati seperti ini”. Ucap Syafa dengan linangan airmata.
Melihat sahabatnya seperti tak mempunyai daya untuk hidup, Dina merasa kasian melihat Syafa.
“Ya giman Fa, apa aku bilang sama Anant yang sebenarnya, jujur Fa aku kasian sama kamu jika seperti ini terus, dulu kamu periang Fa, kenapa sekarang jadi murung dan tidak ada semangat sama sekali, mana Syafa yang aku kenal dulu”. Balas Dina dengan menitihkan butiran embun beningnya.
“Janganlah Din, lagian Anant juga sudah dekat dengan Arum, aku gak enak jika merusak kedekatan mereka”. Ucap Syafa dengan lirih.
“Ya sudahlah Fa, terserah kamu. Yang jelas aku selalu ada Fa buat kamu”. Balas Dina sambil memeluk erat sahabatnya.
Ditengah-tengah kemelut hati seperti ini. Syafa mencoba menulis sajak di buku daerynya untuk meluapkan apa yang ia rasakan.
Ya Robbi jika memang kedatangannya hanya bagaikan debu yang tertiup angin.
Maka hilangkan ia dari pandangan mataku.
Aku adalah hamba-Mu, yang penuh dengan kesalahan dan dosa.
Maaf Ya Robbi jika aku menyimpan hati seperti ini.
Sungguh kedatangan kaum adam-Mu telah membuat hidupku menjadi tak nyaman.
Apabila memang ia Engkau takdirkan untukku
Dekatkan lah aku dengannya.
Dan sebaliknya, jika ia tidak Engkau ciptakan untukku.
Berikanlah yang terbaik untukku dan dirinya.
Hanya kepada-Mu tempatku berserah diri.

Dengan penuh linangan airmata Syafa menulis sajak tersebut.
Satu bulan kemudian.
Syafa sudah sedikit merasakan hati yang tenang, walaupun satu kelas dengan Anant. Ujian akhir semesterpun di depan mata, mereka sibuk dengan sendirinya untuk menyiapkan ujian yang akan dihadapinya. Dengan kejadian kemarin mereka menjadi belajar sendiri-sendiri kecuali Syafa dan Dina masih belajar bersama. Yang dahulu selalu belajar bersama sekarang menjadi belajar sendiri-sendiri karena masalah tersebut. Anant juga memaklumi hal itu, walaupun sebenarnya Anant tau apa yang terjadi pada Syafa dan Arum kemarin. Anant mencoba diam terlebih dahulu, sedikit menenangkan batinnya untuk menghadapi masalah seperti ini, Anant membutuhkan pikiran yang jernih, maka dari itu Anant lebih memilih untuk diam sejenak, baru nanti melaksanakan apa yang tengah menjadi keputusannya. Ujian pun berlangsung dengan tenang. Mereka kini sedang sibuk menghadapi ujian akhir semester. Setelah beberapa minggu, ujian akhir semesterpun berlalu. Liburan akhir semester pun tiba. Mereka kelas IPA 1 merencanakan untuk berlibur bersama-sama satu kelas.
“Fa, loe ikut liburan kelas nanti, kita ke Bali loe Fa”. Ucap Dina.
“Hmmmmss… entah lah Din, lihat aja nanti”. Balsa Syafa.
“Aaaaaaaa Syafa. Ikut dong”. Sanggah Dinda teman sekelasnya.
Anant sejak dari tadi sudah meninggalkan ruangan kelas. Anant berniat untuk menemui Arum dan bicara empat mata dengannya.
“Rum, sebenarnya gue tau kalau dulu loe melabrak Syafa kan?”. Ucap Anant to the point.
Bagaikan disambar petir dari langit, Arum mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut Anant. Arum mengira kalau Anant tidak akan pernah mengetahui kejadian kemarin. Padahal kini mereka tengah dekat.
“Hmmmss… loe tau darimana Nant”. Balas Arum sambil menundukan kepala karena malu.
“Tak penting tau darimana, yang jelas aku tau yang sesungguhnya. Arum, maaf gue gak pernah suka sama loe, kita memang dekat. Tapi tak lebih dari seorang sahabat. Loe sudah gue anggap sebagai sahabat terbaikku. Loe ada disaat gue butuhin. Gue nyaman dengan kedekatan kita. Tapi gue nyamannya hanya sebatas sahabat tidak lebih”. Ucap Anant panjang lebar.
“Tapi gue cinta Nant sama loe sejak kali pertama aku melihatmu”. Balas Arum dengan sedikit berlinangan airmata.
“Maaf Rum, gue gak bisa, gue hanya cinta sama Syafa”. Sanggah Anant dengan percaya diri.
Arum hanya menunduk lemas mendengar pengakuan Anant tersebut, seakan-akan jantungnya berhenti sejenak.
“Ya sudahlah Nant kalau seperti itu, toh cinta tak mungkin dipaksakan. Maaf jika selama ini aku menganggap lebih kedekatan kita, tapi kita masih bersahabat baik kan?”. Balas Arum dengan intonasi lirih.
“Tentu Rum pasti kita akan selalu menjadi sahabat, aku akan selalu ada untukmu”. Balas Anant.
Setelah pertemuan mereka pada waktu itu. Kini hati Anant sedikit merasakan kelegaan, karena tidak akan dihantui lagi tentang Arum yang kini status mereka jelas yaitu hanya sahabat tidak lebih.
Hari libur pun datang. Rencana yang telah disusun oleh kelas 2 IPA 1 yang sebentar lagi akan naik tingkat menjadi kelas 3 SMA, yaitu berlibur ke pulau dewata Bali. Sebelum mempersiapkan liburan ke Bali yang satu minggu lagi akan dilaksanakan, Anant mencoba menemui Syafa. Tetapi hasilnya nihil Syafa tetap belum mau menemui Anant. Hati Syafa masih merasakan sakit karena kejadian tempo lalu. Anant mencoba membujuk Dina agar Syafa mau menemuinya.
“Din, gue pengen ketemu Syafa, gue pengen bilang ke dia kalau gue cinta sama dia, loe bujuk dia lah Din supaya ia mau menemui gue”. Ucap Anant.
Sejenak Dina membisu, tak mengeluarkan sepatah kata pun.
“Loe serius Nant bicara seperti itu, loe yakin kalau loe cinta sama Syafa”. Sanggah Dina
“Yakin Din, gue sayang sama dia”. Ucap Anant
“Sebenarnya Syafa juga cinta sama loe kok Nant, dia bilang sama gue. Tetapi dia terlalu baik hati membiarkanmu dekat dengan Arum, dia merasa tidak enak hati dengan Arum. Sebenarnya gue juga dukung loe sama Syafa Nant, kalian tuh cocok”. Balas Dina panjang lebar.
“Maka dari itu Din, gue pengen bilang sama dia, kalau gue cinta sama dia. Toh gue juga dah ngomong sama Arum kalau gue tidak ada perasaan apa-apa sama dia. Dia menganggap kedekatan kita tuh sebagai sepasang kekasih, tetapi tidak buatku, aku tidak ada perasaan apa-apa sama dia”. Ucap Anant panjang lebar.
Setelah pembicaraan mereka berdua selesai, Dina mencoba membujuk Syafa untuk mau menemui Anant.
“Fa, loe masih cinta sama Anant?. Kalau loe masih cinta cobalah ngomong sama dia, dia pengen ketemu kamu Fa. Pengen ngomong sesuatu denganmu”. Ucap Dina
“Jujur Din gue masih sayang sama Anant, dia merupakan cinta pertamaku Din. Didekatnya aku mampu merasakan kenyamanan, walauapun hanya sebatas teman pada waktu dulu”. Balas Syafa dengan intonasi lirih.
“Maka dari itu, temui dia ngomong saja lah Fa, daripada menyakiti perasaanmu sendiri”. Ucap Dina
Syafa mencoba memikirkan kata-kata Dina.
Keesokan harinya, Anant mencoba menemui Syafa kembali. Betapa bahagianya hati Anant mendapat sms kalau Syafa mau bertemu dengannya.
“Fa, maaf ya masalah kemarin. Gue tahu yang sebenarnya kalau loe dicacimaki sama Arum, maaf juga setelah itu gue hanya diam saja. Gue bingung Fa mau berbuat apa”. Ucap Anant to the point.
“Sudahlah Nant, jangan diungkit-ungkit lagi yang sudah biarlah sudah”. Balas Syafa
“Fa, gue mau bilang. Kalau gue sebenarnya cinta sama kamu”. Ucap Anant.
Bagaikan kejatuhan bulan hati Syafa saat ini. moment yang sangat ditunggu-tunggu olehnya, kata-kata yang sangat ditunggu Syafa yaitu kata ungkapan cinta dari Anant. Seolah-olah rumput disekelilingnya merasakan betapa bahagianya hati Syafa mendengar pengakuan Anant.
“Loe serius Nant, gimana dengan Arum”. Balas Syafa
“Gue gak ada apa-apa dengannya Fa, gue hanya bersahabat baik dengannya. Gue juga sudah beri tahu dia kalau gue hanya cinta sama loe”. Ucap Anant dengan percaya diri.
Mendengar hal tersebut hati Syafa tersenyum gembira.
“Hmmmsss… sebenarnya gue juga suka Nant sama loe, gue terlalu takut untuk ngungkapinnya, karena dahulu Arum disampingmu. Gue cinta Nant sama loe”. Balas Syafa dengan muka sedikit memerah.
Seakan-akan berhenti sejenak denyutan jantungnya mendengar pengakuan Syafa tersebut. Anant begitu gembira sekali melihat Syafa disampingnya. Melihat pujaan hatinya yang selama ini dinantikannya.
“I Love U Fa”. Ucap Anant disamping telingan Syafa dengan lirih.
Itulah kata-kata yang diucapkan Anant kepada Syafa. Kata-kata cinta dari Anant untuk sang bidadari hatinya yaitu Syafa. Seolah-olah bunga disekelilingnya merasakan betapa mesranya mereka berdua. Angin sepoi-sepoi menjadi saksi cinta mereka berdua, semut merah menjadi saksi kalau  mereka lah saling mencintai.

###End###